#Proyek30HariMenyusunKata
#Day3
“Adek-adek Sakniki Takjilan Teng Musholla
Baiturrohman..”
Lantunan
kata-kata yang keluar dari pengeras suara di Mushola depan rumah itu cukup
memberikan informasi kepada saya bahwa waktu telah menunjukkan sekitar pukul
16.00 WIB, tepatnya beberapa saat setelah sembahyang ashar selesai. TAKJILAN, ya
itulah nama yang dikenal oleh anak-anak di lingkungan sekitar rumahku. Bagi
sebagian besar masyarakat indonesia kata “Takjil” biasanya dipahami sebagai menu
makanan untuk mengawali moment berbuka puasa, namun di lingkungan kami akan
bergeser arti jika sudah mendapat akhiran –an.
Bagi
kami masyarakat pedesaan di wilayah yogyakarta dan starnya, kedatangan bulan
ramadhan merupakan hal yang dinanti-nanti (Mungkin
kebanyakan orang pada umumnya juga demikian). Selain sebagai ajang
mempertebal iman dan meningkatkan intensitas ibadah, kedatangan bulan Ramadhan
sudah pasti akan membawa sedikit perubahan pada tatanan kebiasaan. Akan ada
banyak event yang diadakan, mulai dari pengajian, berbagi, dan juga pasar
Ramadhan dadakan. Moment bulan suci Ramadhan juga dinantikan oleh anak-anak di
lingkungan kami, karena pada bulan inilah mereka akan bertemu dengan kegiatan
yang dikenal dengan nama “TAKJILAN”.
TAKJILAN
bagi masyarakat sekitar kami diartikan sebagai kegiatan pengajian menjelang buka
puasa yang biasanya diadakan di masjid atau langgar yang ada di desa-desa.
TAKJILAN pada awalnya identik dengan pengajian anak-anak seumuran anak sekolah
dasar, semacam kegiatan TPA namun tidak hanya membaca huruf-huruf arab saja.
Namun seiring berjalannya waktu, beberapa takmir masjid atau musholla
berinisiatif untuk melibatkan semua kalangan, sehingga terciptalah istilah
takjil remaja, takjil ibu-ibu, atau takjil bapak-bapak yang kesemuanya terkemas
dalam kegiatan menjelang buka puasa. Kegiatannya pun disesuaikan dengan peserta
yang hadir, biasanya untuk ibu-ibu dan bapak-bapak dikemas dalam pengajian yang
menghadirkan seorang penceramah, untuk remaja juga demikian ditambah selingan
membaca Al Quran, sedangkan untuk anak-anak lebih bervariasi kegiatannya mulai
dari hafalan surat, hafalan doa, cerita Nabi dan Rasul hingga
permainan-permainan sederhana untuk menunggu waktu
berbuka.
Postingan
ini tidak membahas lebih lanjut untuk takjil remaja, ibu-ibu ataupun
bapak-bapak, namun lebih berfokus pada takjilan versi anak-anak. Takjilan untuk
anak-anak di lingkungan kami dijadwalkan setiap hari selama bulan ramadhan
kecuali hari-hari tertentu yang diselingi untuk takjil yang lain. Jadwal dibuat
oleh takmir masjid atau musholla setempat, termasuk siapa saja yang diberi
kesempatan memberi shodaqoh berupa konsumsi untuk berbuka puasa. Takjilan
dijadwalkan mulai pukul 16.00 atau 16.30 WIB, meskipun pada kenyataannya akan
dimulai pukul 16.30 WIB (kebiasaan waktu
molor di kalangan masyarakat indonesia, wkwk). Tepatnya setelah sembahyang
ashar di musholla selesai, maka akan banyak anak-anak yang mulai berdatangan.
Satu, dua, tiga mulai berkumpul, tak jarang mereka sengaja berangkat bersama
karena searah dengan jalan yang ditempuh. Kadang pula mereka yang sudah lebih
dulu berangkat ke musholla berinisiatif ngampiri temannya yang belum datang.
Beberapa diantaranya mulai masuk ke dalam dan menghidupkan pengeras suara
kemudian mulai melantunkan kata-kata yang seakan sudah menjadi template wajib di
semua masjid atau musholla untuk mengajak berangkat
takjilan
“Adek-adek sakniki takjilan teng musholla
baiturrohman..”
Begitulah
kata-kata yang saya sendiri tidak tahu awal mulanya diajarkan oleh siapa, namun
sejak saya kecil pun sudah seperti itu. Kata-kata panggilan dalam bahasa jawa
yang artinya kira-kira seperti ini “Adik-adik sekarang takjilan (ngaji
menjelang buka) di musholla baiturrohman...”. Musholla Baiturrohman adalah
nama musholla di daerah saya yang tepat berada di depan rumah keluarga saya,
sehingga akan sangat jelas terdengar ketika speaker musholla mulai dihidupkan
dan berteriak memanggil-manggil. Biasanya setelah beberapa kali diulang,
anak-anak mulai berdatangan begitupun para remaja yang bertugas membimbing
adik-adik untuk mengaji. Pada awal pertemuan biasanya akan dijadikan satu
lingkaran besar untuk kemudian dibuka dengan doa, kemudian dipisah antara
laki-laki dan perempuan untuk masing-masing akan dibimbing oleh remaja yang
bertugas. Kegiatan takjilan ini berjalan dengan penuh keceriaan, canda tawa,
juga tak luput dari selingan keramaian yang dibuat oleh beberapa anak.
Pemakluman dan kesabaran menjadi point penting bagi pengajar takjilan, karena
berbaur dengan anak kecil membutuhkan ketrampilan yang ekstra. Biasanya untuk
menarik perhatian anak-anak, para pengajar berinisiatif melakukan berbagai
macam permainan yang disukai. Mulai dari Domikado, sedang apa, atau hanya
sekedar pertanyaan seputar keagamaan. Pengetahuan keagamaan maupun hafalan surat
dan doa sehari-hari tak lupa diselipkan untuk membiasakan pada adik-adik.
Ketika
waktu sudah menunjukkan waktu berbuka, maka pengajian ditutup dan anak-anak akan
diarahkan untuk duduk melingkar rapi sembari menunggu remaja lain yang bertugas
menyiapkan konsumsi dan membagikannya. Moment berbuka puasa dilewati
bersama-sama dengan tak lupa dipimpin doa terlebih dahulu. Takjilan hari itu
akan berakhir seiring dilaksanakannya sembahyang maghrib berjamaah bersama
dengan jamaah lain yang datang. Setelah maghrib, anak-anak yang terjadwal piket
akan melaksanakan tugasnya mencuci gelas kotor dengan didampingi oleh remaja
yang datang pada hari itu. Itulah kegiatan yang berlangsung dan dikenal dengan
nama TAKJILAN, keseruan yang hanya bisa ditemukan pada saat bulan Ramadhan.
Selain sebagai ajang ngabuburit (menunggu waktu berbuka), TAKJILAN juga
merupakan kegiatan untuk bermain sambil belajar. Itulah kegiatan yang ada di
lingkungan kami, bagaimana dengan lingkunganmu?? Apakah seperti itu juga??
Silahkan tulis di kolom komentar jika ingin berbagi cerita atau apa saja, karena
berbagi itu indah.
Salam!!
Jangan lupa menulis, untuk kebahagiaan!! ^_^