14 March 2016

Menciptakan Lulusan Perguruan Tinggi yang Siap Kerja, kerja bukan sekedar kerja !

  
            Melihat kondisi Indonesia sekarang ini banyak sekali masalah yang sedang dihadapi, salah satu yang mencolok adalah banyaknya pengangguran. Hal ini sangat meprihatinkan mengingat standar pendidikan yang semakin tinggi dari tahun ke tahun, namun pengangguran masih saja “membludak”. Pendidikan tinggi yang digadang-gadang akan memperbaiki standar hidup masyarakat seakan belum mampu membuktikannya. Pada kenyataannya, masih banyak kita jumpai para lulusan Perguruan tinggi hanya menjadi seorang pengangguran. Karenanya, diperlukan upaya-upaya dalam rangka menciptakan lulusan perguruan tinggi yang siap untuk bekerja.
            Banyak aspek yang perlu diperhatikan dalam upaya menciptakan lulusan perguruan tinggi yang siap kerja. Kerja disini memiliki artian kerja yang sesungguhnya bukan hanya sekedar bekerja, karena tak jarang banyak yang berpendapat bahwa “yang penting kerja” tanpa memperhatikan aspek lain. Dalam tulisan ini saya akan sedikit banyak mengulas tentang upaya menciptakan lulusan perguruan tinggi yang siap kerja, tentunya bukan sekedar kerja.
            Aspek pertama yang harus dipersiapkan adalah mental dan kesiapan para lulusan itu sendiri, dalam hal ini diperlukan adanya Pendidikan Karakter yang bisa membentuk konsep pemikiran dari para lulusan. Pendidikan Karakter setidaknya bisa memberi bekal kepada para lulusan dalam hal pembentukan kepribadian dan mind-set. Dengan demikian akan terbentuk pola pikir yang mengarah pada tercapainya lulusan yang siap kerja. Pendidikan karakter ini sangat penting karena didalamnya terdapat motivasi dan dorongan agar seseorang itu bisa terus dan terus berusaha menjadi lebih baik tanpa adanya keputusasaan. Jika karakter telah terbentuk maka bukan tidak mungkin upaya pembentukan lulusan yang siap kerja akan tercapai.
            Kemudian setelah penerapan pendidikan karakter tersebut mulai berjalan, maka pihak yang bersangkutan harus menekankan adanya dukungan baik moril maupun materil. Dalam hal ini pihak eksternal termasuk perguruan tinggi, lingkungan dan keluarga dapat memberikan dukungan dengan cara memfasilitasi calon lulusan dengan suatu hal yang mungkin dibutuhkannya.
            Aspek kedua yang perlu dilakukan adalah mepersiapkan lulusan itu dengan bekal skill sesuai dengan bidang yang dipelajarinya. Banyak orang berpikir bahwa jurusan, program studi atau bidangnya dalam perkuliahan tidak selalu menentukan pekerjaannya, namun disini saya justru berkata tidak seperti itu. Bukankah mengembangkan kemampuan yang kini sedang dihadapi dan dipelajari itu akan lebih mudah dilakukan daripada mencoba membuka ketrampilan baru yang belum dikuasai?. Dalam jangka panjang mungkin keterampilan baru tersebut akan sangat membantu, tetapi memerlukan proses yang tidak singkat pula. Oleh karena itu, pelatihan dan pengembangan skill para calon lulusan sangat diperlukan untuk mencapai lulusan yang siap bekerja. Perguruan tinggi juga harus menambah porsi pengarahan aplikasi ilmu terhadap kenyataan di masyarakat, namun tanpa mengesampingkan pendalaman ilmu teoritis. Jika yang dilakukan hanya Pendalaman ilmu saja maka mahasiswa akan terpaku dalam batas-batas teori saja tanpa ada pandangan dalam pengaplikasiannya. Untuk itu, adanya program-program pelatihan dan pengembangan akan sangat membantu dalam menciptakan lulusan yang siap kerja.
            Aspek ketiga yang akan saya paparkan disini adalah alternatif pilihan. Seperti yang diketahui bahwa masih banyak lulusan perguruan tinggi yang menganggur, hal ini dikarenakan 2 hal yaitu mereka tidak siap bekerja dan tidak adanya lapangan pekerjaan. Pada awal tulisan ini telah saya kemukakan bahwa siap kerja, tentunya bukan sekedar kerja, siap kerja disini saya menggambarkan bukan hanya bekerja saja namun juga siap membuka atau menciptakan lapangan pekerjaan. Jika kedua aspek diatas telah terpenuhi, mungkin lulusan akan siap kerja namun pertanyaannya, apakah ada lowongan pekerjaan yang bisa diisi? Untuk mengatasi kasus ini maka diperlukan kreasi dan inovasi dari para lulusan dalam mengolah pekerjaan. Keterampilan khusus diperlukan untuk menjadikan dirinya “beda” dengan yang lain, hal ini bisa dilakukan dengan cara memodifikasi pekerjaan supaya lebih bisa diterima dikalangan masyarakat. Misalkan seorang guru harus mempunyai metode tertentu dalam pengajarannya; seorang pengusaha harus pandai melihat peluang pasar; serta contoh-contoh lain.
Dalam hal ini, para pembimbing kependidikan bisa melakukan riset atau penelitian dengan melibatkan mahasiswa supaya mahasiswa tersebut mengerti selu-beluk pekerjaan yang dihadapinya nanti. Dengan upaya tersebuta akan memunculkan ide dan gagasan baru untuk mengembangkan sebuah pekerjaan agar dapat membuka lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja. Selain itu, menjalin jaringan atau hubungan pekerjaan juga diperlukan untuk mendukung terciptanya lulusan yang siap kerja.

            Demikian ketiga aspek yang perlu diperhatikan dalam upaya menciptakan lulusan perguruan tinggi yang siap kerja. Ketiga aspek tersebut juga tidak akan berjalan dengan seirama jika tidak ada kerjasama yang baik dari mahasiswa itu sendiri dengan jajaran perguruan tinggi, termasuk manajemen, dosen serta pihak-pihak lain yang bersangkutan. Mungkin hal tersebut diatas tidak langsung memberi bukti konkrit, namum setidaknya dengan ketiga aspek tersebut akan mempermudah dan semakin mendekati tercapainya lulusan yang siap kerja. Dengan demikian akan sangat membantu dalam memajukan kehidupan bangsa Indonesia ini, karena kesejahteraan suatu bangsa bisa diukur dari tingkat pengangguran dan angkatan kerjanya terutama para pemuda generasi penerus bangsa. Selain menciptakan lulusan yang siap kerja, hal tersebut juga bisa membuka kesempatan menciptakan lapangan kerja baru untuk mengurangi pengangguran di negara kita Indonesia sehingga akan terwujud negara yang sejahtera. (rosyadi)

No comments:

Post a Comment